Langsung ke konten utama

Mulai aja dulu!

Mulai aja dulu.
"Aku ga bisa lho kayak gitu, rajin.. cekatan.. sat set" 
"Mulai aja dulu ga apa-apa, dari yang paaling kecil paling sepele, ga usah diturutin dulu malesnya, semangatin diri sendiri"
Kudengar percakapan dua temanku dari balik kantorku. 
Dan percakapan itu masih berlangsung hingga satu jam kemudian. Cukup menarik didengar dan aku pun bekerja jadi semangat karena percakapan mereka, saling memotivasi. Jadi, yang mereka obrolkan itu sangat membuatku setuju, pasalnya, mereka berlanjut mengobrol dari membiasakan hal-hal baik yang bisa dimulai dari diri sendiri dan bisa ditularkan ke anak-anak. Memang bisa jadi kita 'jeleh' dan 'waleh' itu-itu saja yang disampaikan ke anak-anak sekaligus anak-anak pun bisa jadi 'jeleh' dan 'waleh' juga, namanya kebiasaan pasti memang dimulai dari itu dulu lalu akhirnya jadilah kebiasaan, pun yang baik-baik aja ya kebiasaan yang dilakukan... 

Nah, percakapan mereka membuatku flash back akan ketidakjenuhan ibuku selalu dan selalu mengingatkanku akan hal apa pun. Misal, "nduk, gelas ngeneki yo didelek e ra minggir-minggir, rodok nengah, nek ceblok ngenek i sikil". 
Dan benar saja setiap saat setiap waktu sehari 24x ibuku selalu mengingatkanku pada gelas yang di pinggir meja itu karena aku selalu saja tak pernah ingat. Suatu ketika, gelas itu pecah dan mengenai kakiku, pun aku tak jeleh juga masih meletakkan gelas di pinggiran meja. Dan terjadi begitu seterusnya. Lagi, masalah handuk, sepatu, kaos kaki, baju, barang-barang yang berada di tempat yang tidak seharusnya, dan segala tetek bengek itu ibuku selalu ta waleh mengingatkan dan aku ta waleh tetap melakukan hal yang sama berulang kali karena selalu lupa.

Hingga SMP, aku ta pernah ingat pesan itu, masih saja teledor dan tidak juga ingat. Semisal, handuk yang tetap di atas kasur karena kuberfikir 'ah ada mbak-mbak' dan selalu begitu. Eits jangan salah, aku tetap masih dengan sukarela bantu-bantu yaa.. seperti menyetrika baju, mencuci piring, dan menyapu. Hanya saja memang sama ibu ga dibolehkan karena kata ibu, nanti mbak mbak e ndak ada pekerjaan. Ya baiklah aku ga begitu bantu-bantu. Hingga akhirnya kusadari, aku selalu mendengar dari lisan ibu terkait apapun itu ke mbak mbak yang nderek, misal, nyuci piring yang bersih, ini waktunya dicuci, mana yang perlu dibersihkan harus tuntas bersihnya, cucian masih kotor dan bau diulangi lagi, dan segala bentuk pengingat ke mbak-mbak yang nderek mungkin itu juga ikut nemplek di aku meski aku tak melakukannya. Itu mungkin terekam di otak. 

Kuuingat-ingat lagi sekarang, pesan-pesan ibuku itu ternyata terasa saat aku duduk di bangku SMA berpisah dari ibu, yakni berasrama. Di sana segala bentuk wejangan itu seperti ter set otomatis, aku yang paling ga bisa lihat kotor dan cerewet ke teman-teman, rajin mbersihkan rambut yang ada di bolongan kamar mandi, membersihkan lantai kamar mandi, bak sekalian, bahkan ciduknya, menata tas teman-teman, mengingatkan teman-teman sebelum berangkat sekolah "ayo barang yang di atas meja dimasukkan ke almari, ga boleh ada baju yang teng slengkrah" dan segala bentuk kerapian dan kebersihan itu. 

Bahkan saat kuliah, mungkin bisa dibilang harusnya ibu kosku membebaskanku dari biaya ngekos karena aku dah seperti tukang bersih-bersih kosannya, memang kosku tidak pernah ada petugas yang membersihkan karena sistem kosan yang kebersihannya ga keurus dan juga ga peduli bagaimana sistem kebersihan di kos, terserah penghuninya. Betul saja penghuni kosku orangnya sibuk semua dan hanya peduli dengan kebersihan kamarnya masing-masing, ga ada tuh yang mau nyapu kosan, bersihin kamar mandi, tempat bak, jemuran, buang sampah, karena posisi pas datang ke kos, kosan benar-benar kotor dan wow banget lah kotornya, oke dalam hatiku, kos akan bersih ini ta tinggali, benar saja aku ga betah dengan tingkat kebersihannya dan eksekusi bersih-bersih seluruh area kosan dan menemukan banyak sekali harta karun. Kekekeke~~ apa saja? Pertama, hanger, sepatu yang ternyata masih bagus, kotak makan tupperware, selang yang berguna untuk nyuci baju, buku bacaan, botol minum, ember, japit baju, piring, sendok, mangkok, dan segudang barang yang bisa kugunakan dan kumanfaatkan. 

Nah, waktu SD dan SMP yang kuingat sebenarnya hanya satu "ibuku ini kok bisa ya ga waleh-walehnya ngingatkan terus". Insyaallah aku ga jengkel sih hanya heran saja kok bisa ga waleh. Kuselami kusadari kembali ya beginilah salah satu proses pendidikan yang seharusnya, kita yang tak boleh waleh dan jenuh mengingatkan anak-anak utamanya diri sendiri untuk membiasakan hal baik itu. Benar-benar terus dan menerus. Hal sepele adalah merapikan sepatu saat di masjid dan dimanapun berada, meletakkan sepatu di raknya, membuang sampah pada tempatnya, dan segala hal yang bisa diusahakan meski kecil dan terlihat sepele yang sesungguhnya itu bukanlah hal kecil dan sepele.. kita membutuhkan pikiran yang waras dan hati yang lapang untuk selalu dan selalu mengingatkan karena niscaya itu akan membekas di anak-anak, sekarang tidak terasa mungkin, namun nanti ketika mereka besar, pesan itu meski sederhana dan sepele kelak bermanfaat buat dirinya dan orang disekitarnya. Percaya saja karena magic Tuhan bukan main, kita diberi telinga dan mentransfer segala yang kita dapat kemudian masuk bagian saraf-saraf di diri kita dan anak-anak. Ketika kita yakin, Tuhan tidak sare, maka harus yakin untuk berbuat kebaikan itu meski berat dilakukan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuatkan Dirimu!

Kita lemah karena dari 'lemah' Tanah itu berilmu, ia menumbuhkan pepohonan dan mengokohkan para penghuni tanah Kita seharusnya berilmu karena sejatinya tanah adalah tempat berpijak kita yang kuat Maka kita bukan lemah sebenarnya kita mampu dan kuat menghadapi detik demi detik berganti hari minggu bahkan sekarang Terimakasih karena badan ini telah kuat menjalani lika liku hidup Yakini kita tidak sendiri, Ia ada Pun teman yang peduli sudah lebih dari cukup Tidak ada alasan untuk menjadi lemah dan lelah Hidup terus melangkah Menuju muara bersama Sang pemberi arah Maka lihatlah 204 pasang mata  Mengarah pada kita  Merekalah para kader generasi Romo Maka, kuatlah! 

Menjuntai Kata, Detik Bertaut.

Keluarga adalah membongkar malam menapak angkasa. Keluarga adalah melirik bulan di langit malam. Keluarga adalah merajut bilangan menanggalkan alasan.  Makam adalah tanah pijakan bertabur sajak. Dinding adalah rambatan gelora nafas merangkai warna kenangan.  Mencintai. Tatkala ombak beraromakan tanah hujan, berpadu melayang bak deburan oasis. Mencintai; kristal senja menjelma jiwa penghuninya.  Bayangan; desiran laras kepedihan di ambang keabadian, terasa hening berdentingan.  At kelas menulis.  Kamis, 24 Desember 2020

Sebuah Cerita Pengalaman

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarakaatuh Bismillahirrahmanirrohim Yth ketua stt pomosda, kepala sekolah smp dan sma pomosda beserta manajemen dan para asatidz yang berbahagia sekaligus yang kami sayangi santri pomosda dari sd-smp-sma dan mahasiswa stt  Pertama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat dzat Allah asmanya yang telah memberikan kita limpahan serta berkahnya kepada kita semua sehingga pada pagi yang cerah ini kita dapat melaksanakan upacara rutin setiap bulan pada tanggal 17 dalam keadaan sehat wal afiat Sholawat serta salam selalu kita haturkan kepada baginda nabi muhammad saw dan juga para penerusnya Guru Wasithah yang keberadaannya selalu berada di tengah tengah kita yang tidak bosan tidak waleh membimbing kita semoga kita semuanya mendapatkan berberan berkah sawab dan pangestuNya. Aamiin..  Dan terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada kami, khususnya saya karena bisa berdiri di sini di depan teman-teman semua, dengan keadaan yang lumayan ...